Cerpen Cinta dan Persahabatan

Minggu, 17 Juli 2011
Acara televisi sore ini tak satupun membuat aku tertarik. Kalau sudah begini aku bingung entah apa yang harus aku lakukan. Tio bersama Sany kekasihnya, sahabatku Ricky entah kemana? Mall, bioskop ataupun perpustakaan, bukan tempat yang aku suka, apalagi mesti pergi sendirian.
mmm…Pantai.
Ya pantai. kayaknya hanya pantailah, tempat yang mampu membuat aku merasa damai dan tak aneh jika aku pergi sendirian.

Kuambil jaket, lalu kusamber kunci dan pergi menuju garasi. Kukendarai mobil mama yang nganggur di sana. Papa dan mama lagi keluar kota, jadi aku bisa keluar dan mengendari mobilnya dengan leluasa.
Terik panas masih menyengat, walaupun waktu sudah menjelang sore. Namun tak membuat manusia-manusia di Ibukota berhenti beraktivitas meskipun di bawah terik matahari yang mampu membakar kulit. Jalan-jalan macet seperti biasanya. Dipenuhi mobil dari merek ternama ataupun yang sudah tak layak dikendarai.
Lalu di depan kulihat pemandangan lain lagi. Pedagang kaki lima duduk lesu menunggu pelangannya.
Krisis yang melanda membuat banyak orang hati-hati melakukan pengeluaran, bahkan untuk membeli jajan pasar.Walaupun tak seorang yang menghampirinya, namun dia tetap semangat menyapa orang-orang yang lewat dan akhirnya ada juga satu pembeli yang menuju arahnya.
Sekilas kulihat orang itu kok mirip sekali dengan Ricky. Kugosok-gosok mataku, menyakinkan pandanganku. Kutepikan mobilku, lalu aku berhenti di tepi jalan itu. Dengan setengah berlari, aku mengejar sosok itu.
Ah…kendaraan sore ini banyak sekali, sehingga membuat aku kesulitan untuk menyeberang jalan ini. Tapi akhirnya terkejar juga, dengan nafas tersengal-sengal, kujamah bahunya.
“Ky!” seruku tiba-tiba, sehingga membuatnya terkejut.
“Anda siapa?” tanya Ricky pura-pura tak mengenalku.
“Ky. Sekalipun kamu jadi gembel , aku akan tetap menggenalmu.” jelasku mendenggus kesal.
“Sudahlah, Sophia, jangan membuat aku terluka lagi.” tukasnya begitu sinis seraya beranjak pergi.
“Ky…Ky…knapa kamu tak pernah mau mendengarkan penjelasanku!” teriakku sekeras-kerasnya. Namun bayangan Ricky semakin menjauh dan akhirnya tak kelihatan.
***
Ricky, Tio dan aku adalah sahabat karib dari kecil. Setelah tumbuh besar, aku tetap mengganggap Ricky adalah sahabat terbaikku, tapi Ricky punya rasa berbeda dari persahabatan kami. Yang aku cintai adalah Tio. Ini yang membuat Ricky menjauhiku. Tapi yang Tio cintai bukan aku, tapi Sany, teman sekelasnya.
Cinta, sulit di tebak kapan dan di mana berlabuh!
Banyak orang tak bisa terima, jika cintanya ditolak, tapi bukankah cinta tak mungkin dipaksa?
Tak mendapatkan cinta Tio, tak membuatku menjauh darinya, tapi aku akan tetap menjadi sahabat baiknya. Walaupun ada sedikit rasa tidak puas, kadang rasa cemburu menganggu hati kecilku, saat kutahu untuk pertama kali, orang yang Tio cintai adalah orang lain.
Aku harus bisa menerima keputusannya , walaupun terasa berat . Bukankah, kebahagian kita adalah melihat orang yang kita cintai hidup berbahagia, baik bersama kita atau tidak?
Tapi tidak dengan Ricky, dia lebih memilih, meninggalkanku, mengakhiri persahabatan manis kami. Pergi dan aku tak pernah tahu kabarnya. Tapi apapun yang terjadi, aku akan selalu berharap suatu saat kami akan dipertemukan lagi.
Karena bagiku, cinta dan persahabatan adalah dua ikatan yang sama. Ikatan yang tak satupun membuat aku bisa memilih satu diantaranya.
***
Sudah seminggu, setiap hari, aku datang kepersimpangan ini. Berharap bisa melihat sosok Ricky lewat disekitar sini lagi. Tapi, Ricky hilang bagai ditelan bumi. Aku hampir putus asa.
Aku sudah capek menunggu, akhirnya aku bangun dan ingin beranjak pergi. Knapa tiba-tiba, indera keenamku, memberiku insting, kalau Ricky ada di sekitarku.
Kubalikan kepala, kulihat sosok Ricky setengah berlari menyeberang jalan di belakang posisiku. Aku berlari menggejar sosok itu. Kuikuti dia dari belakang. Aku pingin tahu dimana dia berada sekarang.
Akhirnya kulihat Ricky, masuk ke sebuah gang kecil, kuikuti terus , sampai akhirnya dia masuk ke sebuah rumah yang sangat sederhana.
“Knapa Ricky lebih memilih hidup disini, daripada di rumah megah orangtuanya?”
”Knapa dia, tinggalkan kehidupannya, yang didambakan banyak orang?”
”Knapa semua ini dia lakukan?”
“Knapa?”
Banyak pertanyaan yang tiba-tiba muncul di kepalaku.
Setelah dia masuk kurang lebih 10 menit, aku masih berdiri terpaku dalam lamunanku, dengan pertanyaan-pertanyan yang jawabanya ada pada Ricky. Aku dikejutkan suara seekor anak anjing jalanan, yang tiba-tiba menggonggong.
Aku memberanikan diri memencet bel di depan rumahnya itu.
“Siapa?” terdengar suara dari balik pintu.
Aku diam, tak memberi jawaban. Setelah beberapa saat aku lihat Ricky pelan-pelan membuka pintu. Nampak keterkejutannya saat melihatku, berada di depannya.
“Ky…boleh aku masuk?” tanyaku hati-hati.
“Maukah kamu memberikan sahabatmu ini, segelas air putih.” ujarku lagi.
Tanpa bicara, Ricky mengisyaratkan tangannya mempersilahkan aku masuk. Aku masuk keruangan tamu. Aku terpana, kulihat rumah yang tertata rapi. Rumah kecil dan sederhana ini ditatanya begitu rapi, begitu nyaman. Kulihat serangkai bunga matahari plastik terpajang di sudut ruangan itu.
“Ricky, kamu tak pernah lupa, aku adalah penggagum bunga -bunga matahari.” gumanku.
Dan sebuah akuarium yang di penuhi ikan berwarna-warni, rumput-rumput dari plastik dan karang-karang di dalamnya. Ricky tahu betul aku penggagum keindahan pantai dan laut. Walaupun hal-hal ini dulunya, setahuku, kamu tak menyukainya. Kulihat juga banyak foto persahabatan kami yang di bingkainya dalam bingkai kayu yang sangat indah, terpajang di dinding ruang tamu ini.
Bulir-bulir air mataku, perlahan-lahan mulai tak mampu aku bendung. Aku benar-benar terharu dengan semua yang Ricky lakukan. Begitu besar cinta Ricky buatku. Kupeluk dia, yang aku sendiri tak tahu, apakah pelukan ini adalah pelukkan seorang sahabat ataupun sudah berubah menjadi pelukan yang berbeda?
Ricky kaget, namun akhirnya dia membalas pelukanku, dan memelukku lebih erat lagi , seakan-akan ingin menumpahkan segala rindu yang sudah hampir tak terbendung dalam hatinya.
Kami menghabiskan sore ini dengan berbagi cerita, pengalaman kami masing-masing selama perpisahan yang hampir 2 tahun lamanya dan akhirnya Ricky mengajakku makan, ke sebuah restoran kecil yang sering dikunjunginya seorang diri, di dekat rumahnya. Terdengar alunan tembang-tembang romatis , suasana hening, membuat kami terbuai dalam hangatnya suasana malam itu.
***
Sekarang Ricky sudah tahu, Tio sudah bersama Sany. Kami sekarang menjadi 4 sekawan. Sany juga telah menjadi anggota genk kami.
Ternyata setelah aku mengenalnya lebih lama, Sany adalah sosok yang sangat baik hati, menyenangkan, ramah dan peduli dengan sahabat. Ah…menyesal aku tak mengenalinya lebih dalam sejak dulu.
“Ky , biarlah semua berjalan apa adanya, mungkin cinta akan pelan-pelan muncul dari hatiku.” ujarku suatu hari, saat Ricky mengungkit masalah ini lagi.
“Oke, aku akan selalu menunggumu. Sampai kapapun. Karena tak akan ada seorangpun yang mampu membuatku jatuh cinta . Hanya kamu yang mampu membuat aku damai, tenang dan bahagia.” jelasnya panjang lebar
Sekarang aku memiliki tiga orang sahabat baik. Tak akan ada lagi hari-hariku yang kulalui dengan kesendirian, kesepian dan kerinduan.
Hampir setiap akhir pekan, kami menghabiskan waktu bersama, ke pantai, ke puncak ataupun hanya sekedar berkaroke di rumah sederhana Ricky. Hidup dengan tali persahabatan yang hangat, membuat hidup semakin berarti dan lebih bahagia.
***
Waktu berjalan begitu cepat. Tiga tahun sudah berlalu. Kebaikan-kebaikan Ricky mampu membuat aku merasa butuh dan suka akan keberadaannya di sampingku. Rasa itu pelan-pelan tumbuh tanpa kusadari dalam hatiku.
Aku jatuh hati padanya setelah melalui banyak peristiwa. Cinta datang, dalam dan dengan kebersamaan.
Apalagi dengan sikap dan perbuatan yang ditunjukannya. Membuat aku merasa, tak akan ada cinta laki-laki lain yang sedalam cinta Riky.
Sekarang Ricky bukan hanya kekasih yang paling aku cintai tapi juga seorang sahabat sejati dalam hidupku.
Cerpen oleh Kwek Li Na
Kompas.com — Minggu, 19 Juli 2009 | 03:41 WIB

Judul: Arti Persahabatan

Bagiku arti persahabatan adalah teman bermain dan bergembira. Aku juga sering berdebat saat berbeda pendapat. Anehnya, semakin besar perbedaan itu, aku semakin suka. Aku belajar banyak hal. Tapi ada suatu kisah yang membuat aku berpendapat berbeda tentang arti persahabatan. Saat itu, papa mamaku berlibur ke Bali dan aku sendirian menjaga rumah...

“Hahahahaha!” aku tertawa sambil membaca.

“Beni! Katanya mau cari referensi tugas kimia, malah baca komik. Ini aku menemukan buku dari rak sebelah, mau pinjam atau tidak? Kamu bawa kartu kan? Pokoknya besok kamis, semua tugas kelompok pasti selesai. Asal kita kerjakan malam ini. Yuhuuuu... setelah itu bebas tugas. PlayStation!” jelas Judi dengan nada nyaring.

Judi orang yang simpel, punya banyak akal, tapi banyak juga yang gagal, hehehe.. Dari kelas 1 SMA sampai sekarang duduk di kelas 2 - aku sering sekelompok, beda lagi kalau masalah bermain PlayStation – Judi jagoannya. Rasanya seperti dia sudah tau apa yang bakal terjadi di permainan itu. Tapi entah kenapa, sekalipun sebenarnya aku kurang suka main PlayStation, gara-gara Judi, aku jadi ikut-ikutan suka main game.

Sahabatku yang kedua adalah Bang Jon, nama sebenarnya Jonathan. Bang Jon pemberani, badannya besar karena sehari bisa makan lima sampai enam kali. Sebentar lagi dia pasti datang - nah, sudah kuduga dia datang kesini.

“Kamu gak malu pakai kacamata hitam itu?” Tanyaku pada Bang Jon yang baru masuk ke perpustakaan. Sudah empat hari ini dia sakit mata, tapi tadi pagi rasanya dia sudah sembuh. Tapi kacamata hitamnya masih dipakai. Aku heran, orang ini benar-benar kelewat pede. Aku semakin merasa unik dikelilingi dua sahabat yang over dosis pada berbagai hal.

Kami pulang bersama berjalan kaki, rumah kami dekat dengan sekolah, Bang Jon dan Judi juga teman satu komplek perumahan. Saat pulang dari sekolah terjadi sesuatu.

Kataku dalam hati sambil lihat dari kejauhan “( Eh, itu... )”.
“Aku sangat kenal dengan rumahku sendiri...” aku mulai ketakutan saat seseorang asing bermobil terlihat masuk rumahku diam-diam. Karena semakin ketakutannya, aku tidak berani pulang kerumah.
“Ohh iya itu!” Judi dan Bang Jon setuju dengan ku. Judi melihatku seksama, ia tahu kalau aku takut berkelahi. Aku melihat Judi seperti sedang berpikir tentangku dan merencanakan sesuatu.
“Oke, Beni – kamu pergi segera beritahu satpam sekarang, Aku dan Bang Jon akan pergoki mereka lewat depan dan teriak .. maling... pasti tetangga keluar semua” bisikan Judi terdengar membuatku semakin ketakutan tak berbentuk.

Karena semakin ketakutan, terasa seperti sesak sekali bernafas, tidak bisa terucapkan kata apapun dari mulut. “...Beni, ayo...satpam” Judi membisiku sekali lagi.

Aku segera lari ke pos satpam yang ada diujung jalan dekat gapura - tidak terpikirkan lagi dengan apa yang terjadi dengan dua sahabatku. Pak Satpam panik mendengar ceritaku – ia segera memberitahu petugas lainnya untuk segera datang menangkap maling dirumahku. Aku kembali kerumah dibonceng petugas dengan motornya. Sekitar 4 menit lamanya saat aku pergi ke pos satpam dan kembali ke rumahku.

“Ya Tuhan!” kaget sekali melihat seorang petugas satpam lain yang datang lebih awal dari pada aku saat itu sedang mengolesi tisu ke hidung Bang Jon yang berdarah. Terlihat juga tangan Judi yang luka seperti kena pukul. Satpam langsung menelpon polisi akibat kasus pencurian ini.

“Jangan kawatir... hehehe... Kita bertiga berhasil menggagalkan mereka. Tadi saat kami teriak maling! Ternyata tidak ada tetangga yang keluar rumah. Alhasil, maling itu terbirit-birit keluar dan berpas-pasan dengan ku. Ya akhirnya kena pukul deh... Judi juga kena serempet mobil mereka yang terburu-buru pergi” jawab Bang Jon dengan tenang dan pedenya.
Kemudian Judi membalas perkataan Bang Jon “Rumahmu aman - kita memergoki mereka saat awal-awal, jadi tidak sempat ambil barang rumahmu.”

Singkat cerita, aku mengobati mereka berdua. Mama Judi dan Ban Jon datang kerumahku dan kami menjelaskan apa yang tadi terjadi. Anehnya, peristiwa adanya maling ini seperti tidak pernah terjadi.
“Hahahahaha... “ Judi malah tertawa dan melanjutkan bercerita tentang tokoh kesayangannya saat main PlayStation. Sedangkan Bang Jon bercerita kalau dia masih sempat-sempatnya menyelamatkan kacamata hitamnya sesaat sebelum hidungnya kena pukul. Bagaimana caranya? aku juga kurang paham. Bang Jon kurang jelas saat bercerita pengalamannya itu.

“( Hahahahaha... )” Aku tertawa dalam hati karena mereka berdua memberikan pelajaran berarti bagiku. Aku tidak mungkin menangisi mereka, malu dong sama Bang Jon dan Judi. Tapi ada pelajaran yang kupetik dari dua sahabatku ini.

Arti persahabatan bukan cuma teman bermain dan bersenang-senang. Mereka lebih mengerti ketakutan dan kelemahan diriku. Judi dan Bang Jon adalah sahabat terbaikku. Pikirku, tidak ada orang rela mengorbankan nyawanya jika bukan untuk sahabatnya ( Judi dan Bang Jon salah satunya ).

----------------------------
Cerpen tentang persahabatan yang berjudul Arti Persahabatan ini buah karya Loeis Chandra, Mahasiswa di Sidoarjo - Jawa Timur. Cerpen arti Persahabatan juga telah ditayang pada CerpenPersahabatan[dot]com

sahabat

Sabtu, 25 Juni 2011

Sahabat ...
Kata itu selalu ada dalam hati ini
Selalu tersimpan dalam lubuk hati ini
Bukan hanya sekedar kata
Tapi jauuuuuuh lebih dari itu
Ku anggap kalian lebih dari saudara
Jika saja perpisahan membuat kita jauh
Membuat kita seakan tak seakrab dulu
Tak ada yang perlu disalahkan
Waktu dan keadaan yang membuat jadi seperti sekarang ini
Kurangnya kebersamaan membuat kita retak
Membuat kita sedikit jauh
Membuat kita merasa tak saling peduli lagi
Membuat kita merasa seakan di cuekkan ,,, dan di acukan 

Tapi... Itu semua salah besar
Yang harus kau tahu ...
Jauh didasar hati yang paling dalam
Aku sayang kalian
Kalian adalah segalanya ...
Dalam duka
Senang,,,
Sedih
Canda dan tawa telah kita lewati bersama
Dan nyatanya tanpa aku sadari kalian selalu ada buatku
Itulah yang membuatku tak akan pernah lupa dengan kalian ....
Walau waktu telah berlalu...
Walau kita tak pernah bersama lagi seperti dulu
Aku tak akan pernah lupa dengan persahabatan kita .... 

Sulit dan amat teramat sulit menemukan sosok sahabat seperti kalian...
Maafkan semua kesalahanku
Maafkan jika kesalah pahaman membuat ada benci diantara kita
Maaf... maaf... ,maaf ...
Hanya itu yang bisa ku ucap .... sebagai manusia yang tak lepas dari salah 

Terima kasih atas semuanya, terima kasih menjadi sobat terbaikku... Dari kalianlah aku tahu dan mengerti arti sebuah sahabat.

Cinta-Arti dan sejarah Cinta

Jumat, 17 Juni 2011
Cinta-Arti dan sejarah Cinta. Cerita cinta mau sharing dikit nih dengan teman-teman cerita cinta semua. Saya yakin banyak yang sudah mengetahui arti dari cinta, dan makna dari beberapa huruf yang dirangkai menjadi sebuah kata, yaitu "cinta". Sebelumnya saya sudah pernah menuliskan tentang arti cinta dan makna dari cinta.


Di sana saya menuliskan bahwa arti cinta itu adalah blalaalalla...dan blaalalaa. Dan saya yakin setiap orang mempunyai pendapat lain tentang cinta, bener ga?. Sekarang coba kamu pikirkan dalam hati kamu apa sebenarnya arti dari cinta. Pasti banyak kata-kata yang keluar dari pikiran kamu tadi. Salah satu contohnya "cinta adalah suatu yang tidak bisa dilihat tapi tak bisa dirasakan. Tapi tahukah kamu sejarah cinta itu? (ini bukan lirik lagunya mbah surip loh wkeekekek). Nah kalau yang ini saya yakin banyak yang kurang tahu..



Sejarah cinta

Pendapat boleh berbeda-beda loh. Menurut saya, cinta itu ada ketika diciptakannya suatu perbedaan, suatu lawan, suatu yang berlainan tapi saling melengkapi. Ketika itu mata melihat dan hati merasakan. Jauh beberapa ribu atau jutaan tahun yang lalu seorang manusia diciptakan
ke bumi, semua kekayaan, kesenangan, dan kekuatan dimilikinya. Tapi ia tetap merasa sepi dan sunyi. Hingga pemilik alam ini mencipkatan suatu yang beda dari dirinya, suatu yang membuatnya lemah. Itulah seorang yang disebut hawa (Hawa berarti kemauan dan keingingan).

Dua manusia ini saling menghargai walaupun mereka berbeda, saling menyayangi walaupun mereka tak sama. Saya yakin kalian sudah tahu dengan dua manusia ini, ya mereka adalah adam dan hawa. Kenapa saya berani mengatakan bahwa cinta itu berasal dari kisah di atas?, padahal mereka tidak mengerti tentang cinta!. Karena cinta itu tak perlu diartikan dan kita tak perlu mengerti untuk bisa merasakan cinta, dan cinta itu tak perlu dipaksakan karena akan datang dengan sendirinya.

Nah sebagai cucu dari Adam dan Hawa seharusnya kita menjaga tradisi tersebut. Jangan pernah lemah terhadap cinta apalagi memaksakannya. Lebih baik kita menjalankannya dengan penuh keiklasan, dan cinta itu akan berjalan lebih baik dan akan menemukan yang sebenarnya.

Sok puitis ya? heehehhe...apa teman-teman punya pendapat lain?.

Salam cerita cinta...

TIPS menghilangkan perasaan nervous ..


Tips menghilangkan grogi atau cara menghilangkan grogi dan gugup. Perasaan “nervous” atau grogi disaat memulai presentasi adalah hal yang hampir pasti dialami oleh semua orang . bahkan seseorang yang telah berpengalaman berbicara di depan umum pun tidak terlepas dari perasaan grogi atau “demam panggung”ini . pakar yang mengatakan bahwa perasaan grogi ini muncul karea melemahnya rasa percaya diri pada seseorang .
  1. Pahami bahwa perasaan grogi adalah energy positif
Apa yang anda rasakan saat grogi ? dada berdebar-debar, keringat dingin mulai megucur, bibir berdetar, dan darah seolah mengalir lebih cepat. Pahamai bahwa semua itu adalah sebuah dorongan energy yang meluap dari dalam diri anda. Tidak ada yang salah pada energy itu. Ia perlu disalurkan secara positif, ia semestinya menjadi bahan bakar yang mendorong preseniasi anda lebih baik. Anda bisa menggunakan energy itu untuk memantapkan penampilan anda.
  1. Bersikaplah nothing to loose
Keinginan kita untuk bersiakap sebaik-baiknya mendorong munculnya perasaan grogi. Secara negative, pikiran kita terbebani oleh ketakutan untuk membuat kesalahan, kekhawatiran akan gagal, kecemasan bila melakukan kekonyolan, dan berbagai bayangan-bayangan negative lainnya. Sebelum anda bisa bisa menggunakan energy grogi itu secara positif, maka terlebihdahulu anda harus menetralisir emosi-emosi negative tersebut. Bersikapalah “nothing to loose”, tak sesuatu yang patut kita lakukan bila toh kita gagal, maka tidak sesuatau yang harus menjadikan kita begitu kehilanangan .
  1. Tenangakan diri anda
Sementara anda menunggu giliran, atur nafas anda. Tarik nafas anda dalam-dalam, keluarkan lambat-lambat. Keluarkan energy yang meletup-meletup dalam dada anda melalui hembusan nafas anda yang teratur. Tenagkan pikiran dan emosi anda. Bila perlu pejamkan mata. Kumpulkan energy itu sebaik-baiknya. Jangan biarkan menggannggu ketenangan jiwa anda.
  1. Kerahkan energy anda
Kerahkan energy anda. Lepaskan energy itu dari “kekangannya”. Bila para audiens member applaus pada pembicara sebelum anda, maka anda kerahkan energy anda dengan memberikan applaus yang tak kalah meriah. Berdirilah dengan sigap. Berjalanlah dengan tegap dan mantap. Bila perlu hembuskan nafas lepas dari sambil berteriak kecil “yes”. Atau turut bertepuk tangan menyambut applaus dari audiens. Lakukan apa-apanya dengan sikap tegas. Biarkan energy itu mengalir dalam gerakan anda.
  1. Berbicaralah dengan keras dan lantang
Bila anda berbicara lambat, maka bibir anda akan semakin bergetar, suara anda pun bergetar. Salurkan rasa grogi anda melalui suara anda yang keras dan lantang. Suara keras anda bukan hanya dapat mengatasi kecemasan, namun juga sarana menyalurkan energy tersebut. Ada baiknya anda menghafal teks pertama anda namun tetap bersikap wajar.
  1. Diam
Anda dapat menyalurkan keteganagn dalam diri anda pada para audiens, yaitu dengan memulai presentasi anda dengan diam beberapa detik. Biarkan ketegangan anda terserap dan jadi ketegangan audiens. Bila anda CUKUP meninggi, mulailah presentasi anda dengan sebuah pembukaan yang kuat, tajam dan lantang.
  1. Lontarkan humor yang wajar
Lenturkan kegugupan anda dengan sebuah humor yang wajar. Anda memang perlu merencanakannya dengan baik, namun juga jangan sampai kehilangan spontanitas. Dan, humor terbaik yang tidak akan melukai perasaan siapapun adalah humor tentang diri anda.

PERSAHABATAN SUNYI

Jumat, 10 Juni 2011
Di sebuah jembatan penyeberangan tak beratap, matahari menantang garang di langit Jakarta yang berselimut karbon dioksida. Orang-orang melintas dalam gegas bersimbah peluh diliputi lautan udara bermuatan asap knalpot. Lelaki setengah umur itu masih duduk di situ, bersandarkan pagar pipa-pipa besi, persis di tengah jembatan. Menekurkan kepala yang dibungkus topi pandan kumal serta tubuh dibalut busana serba dekil, tenggorok di atas lembaran kardus bekas air kemasan. Di depannya sebuah kaleng peot, nyaris kosong dari uang receh logam pecahan terkecil yang masih berlaku. Dan, di bawah jembatan, mengalir kendaraan bermotor dengan derasnya jika di persimpangan tak jauh dari jembatan itu berlampu hijau. Sebaliknya, arus lalu lintas itu mendadak sontak berdesakan bagai segerombolan domba yang terkejut oleh auman macan, ketika lampu tiba-tiba berwarna merah.

Lelaki setengah umur yang kelihatan cukup sehat itu akan "tutup praktik" ketika matahari mulai tergelincir ke Barat. Turun dengan langkah pasti menuju lekukan sungai hitam di pinggir jalan, mendapatkan gerobak dorong kecil beroda besi seukuran asbak. Dari dalam gerobak yang penuh dengan buntelan dan tas-tas berwarna seragam dengan dekil tubuhnya, ia mencari-cari botol plastik yang berisi air entah diambil dari mana, lalu meminumnya. Setelah itu ia bersiul beberapa kali. Seekor anjing betina kurus berwarna hitam muncul, mengendus-endus dan menggoyang-goyangkan ekornya. Ia siap berangkat, mendorong gerobak kecilnya melawan arus kendaraan, di pinggir kanan jalan. Anjing kurus itu melompat ke atas gerobak, tidur bagai anak balita yang merasa tenteram di dodong ayahnya.

Melintasi pangkalan parkir truk yang berjejer memenuhi trotoar, para pejalan kaki terpaksa melintas di atas aspal dengan perasaan waswas menghindari kendaraan yang melaju. Lelaki itu lewat begitu saja mendorong gerobak bermuatan anjing dan buntelan-buntelan kumal miliknya sambil mencari-cari puntung rokok yang masih berapi di pinggir jalan itu, lalu mengisapnya dengan santai. Orang-orang menghindarinya sambil menutup hidung ketika berpapasan di bagian jalan tanpa tersisa secuil pun pedestrian karena telah dicuri truk-truk itu.

Lelaki setengah umur itu memarkir gerobak kecilnya di bawah pokok akasia tak jauh setelah membelok ke kanan tanpa membangunkan anjing betina hitam kurus yang terlelap di atas buntelan-buntelan dalam gerobak itu. Ia menepi ke pinggir sungai yang penuh sampah plastik, lalu kencing begitu saja. Ia tersentak kaget ketika mendengar anjingnya terkaing. Seorang bocah perempuan ingusan yang memegang krincingan dari kumpulan tutup botol minuman telah melempari anjing itu. Lelaki itu berkacak pinggang, menatap bocah perempuan ingusan itu dengan tajam. Bocah perempuan ingusan itu balas menantang sambil juga berkacak pinggang. Anjing betina hitam kurus itu mengendus-endus di belakang tuannya, seperti minta pembelaan.

Lelaki itu kembali mendorong gerobak kecilnya dengan bunyi kricit- kricit roda besi kekurangan gemuk. Anjing betina kurus berwarna hitam itu kembali melompat ke atas gerobak, bergelung dalam posisi semula. Bocah perempuan yang memegang krincingan itu mengikuti dari belakang dalam jarak sepuluh meteran. Bayangan jalan layang tol dalam kota, melindungi tiga makhluk itu dari sengatan matahari. Sementara lalu lintas semakin padat, udara semakin pepat berdebu.

Tiba-tiba, lelaki setengah umur itu membelokkan gerobak kecilnya ke sebuah rumah makan yang sedang padat pengunjung. Dari jauh, seorang satpam mengacung-acungkan pentungannya tinggi-tinggi. Lelaki itu seperti tidak memedulikannya, terus saja mendorong hingga ke lapangan parkir sempit penuh mobil di depan restoran itu. Sepasang orang muda yang baru saja parkir hendak makan, kembali menutup pintu mobilnya sambil menutup hidung ketika lelaki itu menyorongkan gerobaknya ke dekat mobil sedan hitam itu. Seorang pelayan rumah makan itu berlari tergopoh- gopoh keluar, menyerahkan sekantong plastik makanan pada laki-laki itu sambil menghardik.

"Cepat pergi!"

LELAKI setengah umur itu menghentikan gerobak kecilnya di depan sebuah halte bus kota. Mengeluarkan beberapa koin untuk ditukarkan dengan beberapa batang rokok yang dijual oleh seorang penghuni tetap halte itu dengan gerobak jualannya. Orang-orang yang berdiri di dekat gerobak rokok itu menghindar tanpa peduli. Halte itu senantiasa ramai karena tak jauh dari situ ada satu jalur pintu keluar jalan tol yang menukik dan selalu sesak oleh mobil-mobil yang hendak keluar. Lelaki itu meneruskan perjalanannya menuju kolong penurunan jalan layang tol itu. Meski berpagar besi, telah lama ada bagian yang sengaja dibolongi oleh penghuni-penghuni kolong jalan layang itu untuk dijadikan pintu masuk. Tempat lelaki setengah umur itu di pojok yang rada gelap dan terlindung dari hujan dan panas. Dari dulu tempatnya di situ, tak ada yang berani mengusik. Kecuali beberapa kali ia diangkut oleh pasukan tramtib kota, lalu kemudian dilepas dan kembali lagi ke situ. Ia lalu membongkar isi gerobaknya, mengeluarkan lipatan kardus dan mengaturnya menjadi tikar. Anjing betina berwarna hitam kurus itu mengibas-ngibaskan ekornya ketika lelaki itu mengambil sebuah piring plastik dari dalam buntelan, lalu membagi makanan yang didapatnya dari rumah makan tadi. Keduanya makan dengan lahap tanpa menoleh kanan-kiri.

Bocah perempuan ingusan itu berdiri dari jauh di bawah kolong jalan layang itu, memandang dengan rasa lapar yang menyodok pada dua makhluk yang sedang asyik menikmati makan siang itu. Ia memberanikan dirinya menuju kedua makhluk itu, lalu bergabung makan dengan anjing betina berwarna hitam kurus itu. Ternyata anjing betina itu penakut. Ia menghindar dan makanan yang tinggal sedikit itu sepenuhnya dikuasai bocah perempuan itu dan ia melahapnya. Sedang lelaki setengah umur itu tidak peduli, meneruskan makannya hingga licin tandas dari daun pisang dan kertas coklat pembungkus. Mengeluarkan sebuah botol air kemasan berisi air, meminumnya separuh. Tanpa bicara apa- apa, bocah perempuan ingusan itu menyambar botol itu dan meminumnya juga hingga tandas. Lelaki setengah umur itu hanya memandang, sedikit terkejut, tapi tidak bicara apa-apa. Air mukanya tawar saja. Mengeluarkan rokok dan membakarnya sambil bersandar pada gerobak kecilnya. Tergeletak tidur setelah itu di atas bentangan kardus kumal.

MALAM telah larut. Bocah perempuan ingusan itu terbirit-birit dikejar gerimis yang mulai menghujan. Rambutnya yang nyaris gimbal itu kini melekat lurus-lurus di kulit kepalanya disiram gerimis. Bunyi krincingan dan kresek-kresek kantong plastik yang dibawanya membangunkan anjing betina kurus berwarna hitam itu. Ia menyalak sedikit, kemudian merungus setelah dilempari sepotong kue oleh bocah itu. Lewat penerangan jalan, samar- samar dilihatnya lekaki setengah umur itu tidur bergulung bagai angka lima di atas kardus. Setelah melahap kue, anjing itu kembali tidur di sebelah tuannya, di atas bentangan kardus yang tersisa.

Bocah itu mengeluarkan lilin dan korek api dari dalam kantong plastik. Berkali-kali menggoreskan korek api, padam lagi oleh tiupan angin bertempias. Lalu ia mendekat ke arah lelaki setengah umur itu agar lebih terlindung oleh angin dan berhasil menyalakan lilin. Bocah itu melihat ujung lipatan kardus tersembul dari dalam gerobak kecil di atas kepala lelaki setengah umur itu. Ia berusaha menariknya keluar tanpa menimbulkan suara berisik dan membangunkan lelaki itu. Setelah berhasil, ia membaringkan dirinya yang setengah menggigil karena pakaiannya basah. Merapat pada tubuh lelaki yang memunggunginya itu, sekadar mendapatkan imbasan panas dari tubuh lelaki itu.

Bocah perempuan ingusan itu cepat terlelap dan bermimpi berperahu bersama anjing betina kurus berwarna hitam itu di sebuah danau yang sunyi. Deru mesin mobil yang melintasi jembatan beton di atas mereka justru menimbulkan rasa tenteram, rasa hidup di sebuah kota yang sibuk. Lelaki setengah umur itu juga sedang bermimpi tidur dengan seorang perempuan. Ketika ia membalikkan badannya, ia menangkap erat-erat tubuh bocah yang setengah basah itu dan melanjutkan mimpinya.

Sebelumnya, kolong penurunan jalan layang tol itu cukup padat penghuninya di malam hari. Beberapa anak jalanan yang sehari- hari mengamen di sepanjang jalan bawah, juga bermalam di situ. Ada lima anak jalanan laki-laki yang selalu menjahili bocah perempuan yang selalu membawa krincingan itu sampai menangis berteriak-teriak. Lelaki setengah umur itu membiarkannya saja. Mungkin menurutnya sesuatu yang biasa-biasa saja, meskipun anak-anak lelaki itu sampai-sampai menelanjangi bocah perempuan ingusan itu. Penghuni lain pun tak ada yang berani membela. Sejak itu, bocah perempuan ingusan itu menghilang, entah tidur di mana.

Lelaki setengah umur itu mulai marah ketika suatu hari ia membawa seekor anjing betina kurus berwarna hitam ke markasnya. Mungkin anjing itu kurang sehat hingga semalaman anjing itu terkaing-kaing. Lelaki itu tampak berusaha keras mengobati anjing itu dengan menyuguhkan makanan dan air. Tapi, anak-anak jalanan yang jahil itu melempari anjing itu dengan batu. Salah satu batunya mengenai kepala lelaki itu. Lelaki itu meradang, lalu mengambil golok di dalam timbunan buntelan dalam gerobak kecilnya. Anak-anak itu dikejarnya. Konon salah seorang terluka oleh golok itu. Namun, mereka tak ada yang berani melawan dan tak berani kembali lagi.

SEBELUM subuh, pasukan tramtib itu datang lagi, lengkap dengan polisi dan beberapa truk dengan bak terbuka pengangkut gelandangan. Sebelum matahari muncul, kolong- kolong jembatan dan jalan layang harus bersih dari manusia-manusia kasta paling melata itu. Mimpi lelaki itu tersangkut bersama gerobaknya di atas bak truk. Begitu juga bocah perempuan itu. Lelaki setengah umur itu menggapai-gapaikan tangannya, minta petugas menaikkan anjingnya yang menyalak-nyalak, minta ikut bersama tuannya. Tapi, sebuah pentungan kayu telah mendarat di kepala anjing kurus itu hingga terkaing-kaing, berlari ke seberang jalan dan hilang ditelan kegelapan.

"Mampus kau, anjing kurapan!" sumpah petugas itu sambil melompat ke atas truk yang segera berangkat.

Bak truk terbuka itu nyaris penuh, termasuk tukang rokok di halte dekat situ. Lelaki setengah umur itu tampak geram. Matanya mencorong ke arah petugas yang memegang pentungan. Petugas itu pura-pura tidak melihat. Hujan telah berhenti. Iringan truk yang penuh manusia gelandangan kota yang dikawal mobil polisi bersenjata lengkap di depannya, menuju ke suatu tempat arah ke Utara, dan kemudian membelok ke kanan. Dari pengeras suara di puncak-puncak menara masjid terdengar azan subuh bersahut-sahutan. Bulan semangka tipis masih menggantung di langit, kadang-kadang tertutup awan yang bergerak ke Barat.

BEBERAPA minggu kemudian, pelintas jembatan penyeberangan yang beratap itu, kembali menemukan lelaki setengah umur itu berpraktik di tempat sebelumnya. Ia baru turun mengemasi kaleng peot dan alas kardusnya ketika matahari mulai tergelincir ke Barat. Melangkah dengan pasti, menuju tempat gerobak kecilnya ditambatkan.

Di depan pangkalan truk yang telah menyempitkan jalan, lelaki itu mendorong gerobak kecilnya dengan santai sambil mengawasi puntung-puntung rokok yang masih berapi dilempar sopir-sopir truk ke jalan. Ada yang sengaja melemparkan puntung rokoknya ketika laki- laki bergerobak itu melintas. Di atas gerobaknya, kini bertengger bocah perempuan ingusan itu sambil terus bernyanyi dengan iringan krincingannya. Orang-orang tak ada yang peduli.*



Sumber : http://ceritaindonesia.angelfire.com/cerita-pendek-persahabatan-sunyi.html

Ketika Persahabatan Di Ujung Tanduk

Kamis, 09 Juni 2011

Seperti kapal di tengah badai, persahabatan bisa menjadi sangat rapuh saat sedang mengalami masalah. Tidak dapat dipungkiri bahwa suatu saat kita kecewa dengan kata-kata atau sikap sahabat. Apalagi jika kekecewaan tersebut bisa jadi sangat menyakitkan mengingat kedekatan hubungan kita dengan sahabat. Apa yang harus dilakukan? Bagaimana cara menyelesaikan masalah tanpa bertengkar?
Laurie Puhn, J.D., dalam bukunya Instant Persuasion yang telah diterbitkan TransMedia, dapat membantu Anda dalam mengungkapkan perasaan Anda dengan benar dan memilih kata-kata yang tepat untuk itu. Ada  beberapa saran yang bisa Anda pertimbangkan dalam penyelesaian masalah dengan sahabat baik Anda:

* Jangan Memendam Kemarahan
Terkadang karena tidak enak mengungkapkan kekecewaan sikap sahabat langsung ke orangnya, kita cenderung memilih mengatakannya pada orang lain dengan harapan kemarahan itu akan hilang dengan sendirinya dan hubungan pun kembali normal.
Sayangnya, kemarahan yang ditekan seringkali seperti sampah di keranjangnya. Jika tidak dibuang pada sore hari masih dapat ditoleransi. Tetapi, jika tidak dibuang selama beberapa hari, baunya akan sangat mengganggu. Hal yang sama juga bisa terjadi pada kemarahan yang ditekan. Jika kita tidak mengungkapkan kemarahan, seakan-akan kita menghindari konflik, padahal kemarahan itu malah akan semakin menggunung dan hubungan persahabatan pun akan mengalami kepahitan.
Tanda  bahwa kemarahan tengah menggunung di dalam diri Anda adalah saat Anda sedang marah pada seseorang dan tidak mengatakannya kepada orang itu, tetapi malah mengungkapkan kemarahan itu kepada orang lain dalam tiga kesempatan yang berbeda. Jika itu terjadi, satu-satunya yang harus dilakukan adalah segera mengatasi masalah tersebut dengan orang yang membuat Anda marah. Ibarat api, kemarahan yang terpendam harus segera diatasi secara efektif dan secepat mungkin sebelum membesar dan menghanguskan persahabatan Anda.
* Pilih Waktu yang Tepat
Setiap kita mengeluarkan kritik, tujuannya adalah agar orang yang dikritik mendengarkan, memahami apa yang mereka lakukan adalah salah, sehingga mereka pun dapat melakukan perubahan yang berarti. Meskipun begitu, kritik tidak akan bermanfaat jika dilakukan pada waktu yang salah.
Mengkritik di depan umum dapat membahayakan hubungan persahabatan itu sendiri. Orang yang dikritik akan merasa dipermalukan dan membuatnya terlihat buruk di depan umum. Kritik di depan umum hanya akan membuat situasi menjadi lebih parah, karena reaksi yang biasanya ditunjukkan adalah marah, membela diri dan bersikap bermusuhan.
Karena itu ada baiknya Anda memilih waktu yang tepat untuk menyampaikan kritik ke sahabat Anda. Pilih waktu di mana Anda dan sahabat dalam situasi berdua saja dan bicarakan secara baik-baik. Cara ini sangat bijaksana karena Anda sudah menunjukkan niat baik dan penghargaan pada hubungan persahabatan Anda.
* Sssst...
Sahabat Anda sudah mengetahui akar permasalahannya dan kalian sama-sama berusaha mengatasinya. Berarti masalah selesai dan keadaan kembali normal. Akan tetapi, apakah itu membolehkan Anda untuk menceritakannya kepada orang lain?
Sangatlah salah jika Anda berpikir demikian. Menceritakan masalah meskipun sudah diselesaikan tidak akan membawa Anda kemana pun. Anda malah terkesan tidak puas dengan jalan keluar yang telah disepakati dan bermaksud mencari dukungan dengan bercerita kepada orang lain. Bayangkan bagaimana perasaan sahabat Anda mengetahui Anda membagi cerita tentang masalah tersebut kepada orang lain. Kepercayaannya pada Anda bisa hilang.
Persoalan yang sudah selesai ibarat kasus pengadilan yang resmi ditutup. Jadi rasanya kurang bijaksana jika Anda mengungkit-ungkitnya lagi dengan membeberkannya ke orang lain. Saat Anda memutuskan untuk memaafkan, konsekuensi yang harus Anda diterima adalah melupakan masalah tersebut. Pikirkan hal-hal baik apa yang akan Anda alami dengan sahabat Anda. Tidak perlu menengok ke belakang dan mengingat kembali semuanya.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "


Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
saya ini orangnya biasa saja , gak suka muluk2, apalagi sama orang yang plinplan

Pengikut

Popular Posts